Indonesia Corruption Watch (ICW) mengumumkan Tren Penegakan Hukum Kasus Korupsi tahun 2011. Laporan ini disusun sebagai evaluasi kinerja aparat penegak hukum (APH) dalam menangani kasus korupsi di Indonesia.
Dalam laporan ICW, terdapat tiga besar sektor yang paling merugikan negara akibat korupsi. Pertama, sektor investasi pemerintah, dimana potensi kerugian negara mencapai 439 miliar rupiah.
Kedua, adalah sektor keuangan daerah dengan potensi kerugian negara mencapai 417,4 miliar rupiah. Dan ketiga, adalah sektor sosial kemasyarakatan, yakni korupsi yang kasusnya berkaitan dengan dana-dana bantuan yang diperuntukan bagi masyrakat, diperkirakan mencapai 299 miliar rupiah.
Tingginya kerugian negara dari sektor investasi pemerintah salah satunya karena investasi pemerintah di bidang pendidikan terbukti merupakan kasus korupsi terbanyak sepanjang tahun 2011.
Tingginya korupsi di bidang pendidikan merupakan hal baru karena di tahun 2010, korupsi tertinggi berasal dari Infrastuktur, diikuti sektor keuangan, baru kemudian pendidikan.
"Ini bisa disebabkan oleh peningkatan jumlah anggaran pendidikan di APBN. Koruptor itu seperti semut, dimana ada gula (uang) disitu mereka berada," jelas Agus Sunaryanto, koordinator divisi investigasi ICW, dalam jumpa pers di kantor ICW, Jakarta, Minggu (5/2/2012).
Menurut ICW, sektor pendidikan yang paling tinggi angka kejadian korupsinya perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah. Penting bagi jajaran Kemendiknas, Dinas-dinas pendidikan di daerah, BPK atau BPKP serta aparat penegak hukum mengawasi penggunaan dan pertanggung jawaban anggaran pendidikan.
Selain itu, kerugian negara tertinggi berdasarkan tempat terjadinya korupsi atau berdasarkan lembaga yakni berasal dari seluruh lembaga dalam jajaran pemerintah kabupaten (pemkab) dengan jumlah 264 kasus.
Diikuti oleh kelembagaan dalam naungan pemerintah kota (pemkot) dengan jumlah 56 kasus dan terakhir dalam jajaran pemerintah provinsi (pemprov) dengan jumlah 23 kasus.
Kerugian negara akibat korupsi di lingkungan Pemkab mencapai 657,7 miliar rupiah. Diikuti oleh lembaga BUMN, yang mencapai 249,4 miliar rupiah. Baru kemudian Pemkot mencapai 88,1 miliar rupiah.
Untuk itu, ICW merekomendasikan agar APH menghentikan penggunaan dana baksos dan hibah untuk kepentingan pemenangan pilkada oleh kandidat yang berposisi incumbent.
Kemendagri harus menggunakan wewenang dan otoritasnya untuk melarang penggunaan dana baksos atau hibah menjelang Pilkada sehingga membuat APBD lebih efektif dimanfaatkan untuk tujuan pembangunan daerah dibandingkan harus dipakai sebagai alat politik bagi incumbent untuk mobilitas suara pemilih.
"APH juga harus menempatkan penanganan kasus korupsi dana bansos atau hibah secara lebih serius, terutama pada konteks kesegeraan mengingat praktek penggunaan dana bansos atau hibah untuk kepentingan pilkada merupakan praktek yang bukan hanya melanggar hukum (korupsi), tapi juga telah membusukkan proses demokrasi prosedural," kata Agus.
Sumber : Indonesia Corruption Watch (ICW)
0 comments:
Posting Komentar